Letih dan Lemas Bisa Jadi Tanda Malaise, Salah Satu Gejala Ringan Covid-19
Jika Anda merasa lesu, letih, lemas, dan cenderung malas melakukan kegiatan apapun, sebaiknya waspada. Bisa jadi itu merupakan tanda Malaise sebagai salah satu gejala ringan Covid-19.
Seperti diketahui, infeksi Covid-19 terus merajalela. Penyakit yang disebabkan virus corona baru SARS-CoV-2 ini telah menginfeksi sekitar 28,9 juta orang di seluruh dunia.
Gejala Covid-19 terbagi dalam tiga klasifikasi, yakni ringan, sedang, dan berat. Nah, Malaise termasuk ke dalam klasifikasi gejala ringan Covid-19.
Mungkin belum banyak masyarakat yang ’’ngeh’’ soal Malaise. Selama ini, publik lebih familiar dengan gejala ringan Covid-19 yang lain seperti demam lebih dari 38 derajat celcius, batuk, nyeri tenggorokan, atau hidung tersumbat.
Lalu, apa itu Malaise? Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, merupakan istilah yang umum di bidang kedokteran.
’’Malaise itu rasa lesu, lemah, lemas. Mau ngapa-ngapain jadi males karena nggak ada tenaga. Itu adalah respons bahwa tubuh sedang dalam situasi melawan infeksi,’’ kata Dicky seperti dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut ia menjelaskan, malaise adalah salah satu bentuk reaksi pertahanan tubuh. Tujuannya adalah, agar tubuh beristirahat dan bisa berkonsentrasi untuk melawan ancaman yang masuk.
’’Malaise tidak cuma di Covid-19. Semua penyakit infeksi itu umumnya mengalami gejala itu,’’ ujar Dicky.
Kendati demikian, kata Dicky, ada perbedaan definisi antara malaise dengan kelelahan, atau yang dalam bahasa Inggris disebut fatigue. ’’Fatigue adalah kelelahan yang teramat sangat, kurang energi, kurang motivasi. Itu berbeda dengan malaise, yang menjelaskan secara umum perasaan lelah. Karena disebut perasaan maka sifatnya subjektif,’’ tuturnya.
Jika seseorang merasa mengalami malaise, kapan harus melakukan tes untuk mendeteksi keberadaan virus corona?
’’Tinggal melihat perilakunya, katakanlah dalam dua minggu terakhir, berisiko tidak? Seperti misalnya, jarang pakai masker, sering kumpul-kumpul, kalau makan berdekatan, gowes bareng, termasuk bepergian dengan kendaraan umum,’’ kata Dicky.
Intinya, seseorang bisa mengukur sendiri dirinya termasuk berisiko tertular Covid-19 atau tidak. Jika merasakan gejala malaise, dan riwayat perilaku dalam dua minggu terakhir ternyata memang berisiko tinggi, maka Dicky menyarankan untuk segera mengambil tindakan.
Hal pertama, yang harus dilakukan adalah, mengistirahatkan diri di tempat tinggal masing-masing, baik itu di rumah maupun tempat kos. Jangan pulang kampung!
’’Setelah itu, bisa menghubungi tenaga kesehatan, atau menginformasikan kantornya bahwa ia merasakan sakit. Kemudian melakukan janji temu dengan dokter untuk pemeriksaan,’’ kata Dicky.
Pemeriksaan Covid-19, kata Dicky, tidak bisa dilakukan secara mendadak, kecuali bila memang merasa sakit parah, seperti sesak napas dan harus mendapat perawatan di IGD (Instalasi Gawat Darurat).
’’Umumnya di Indonesia, kalau ada malaise itu disertai dengan gangguan penciuman. Ia tidak bisa mencium bau kuat, misalnya minyak kayu putih. Jika tidak sedang pilek dan kesulitan mencium bau, maka ada dugaan kuat terinfeksi Covid-19, tapi belum diagnosa,’’ ujar Dicky menjelaskan. (*)
Terbaru
- 30/08/2023 15:11:33
Jika Mengalami Impaksi, Sebaiknya Segera Lakukan Pencabutan - 30/08/2023 14:48:28
Tumbuh Tidak Sempurna Sebabkan Rasa Nyeri Luar Biasa - 29/08/2023 12:47:53
Ini Dia 3 Penyakit Utama Pernapasan yang Disebabkan Polusi Udara - 28/08/2023 11:11:38
Polusi Udara Berisiko Sebabkan Kematian, Masih Amankah Berolahraga di Luar Ruangan? - 25/08/2023 13:11:11
Batuk Flu atau Akibat Polusi Udara, Apa Bedanya?
Login Anggota
Tweets by @DokterkecilCom