13/11/2020 10:58:09
Info Kesehatan

Pandemi Covid-19 Kini Jadi Sindemi, Efeknya Lebih Parah

Foto: Internet/Ilustrasi

Sejumlah ilmuwan di dunia menyebut bahwa virus Covid-19 bukan lagi sebagai pandemi, melainkan sindemi. Efeknya pun, lebih parah. Apa itu sindemi?

Sindemi merupakan usaha menyatukan sinergi dan pandemi. Disebut sebagai sindemi saat ada dua atau lebih penyakit berinteraksi.

Akibatnya, sindemi ini bisa menyebabkan efek merusak yang lebih besar, daripada jumlah korban dari kedua penyakit tersebut. Contoh sindemi ini misalnya perpaduan antara Covid-19 dengan diabetes, kanker, dan juga jantung.

’’Sindemi dicirikan dengan interaksi biologis dan sosial antara kondisi dan keadaan, interaksi yang meningkatkan kerentanan seseorang terhadap bahaya atau memperburuk hasil kesehatannya,’’ jelas Richard Horton, Pemimpin Redaksi jurnal ilmiah The Lancet.

Sejak mewabah dari China akhir 2019 lalu, Covid-19 terus menyebar ke seluruh penjuru dunia. Hingga akhirnya, secara resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutnya sebagai pandemi global.

Kini, hampir setahun penetapan pandemi Covid-19 ini berlangsung, namun jumlah orang yang terinfeksi di seluruh dunia masih terus bertambah dan mencapai angka 50 juta. Pun saat ini sudah ada beberapa kandidat vaksin Covid-19, baik yang masih dalam tahap pengujian, hingga hampir menyelesaikan fase 3.

Semakin tingginya angka infeksi Covid-19, sejumlah negara juga kembali memberlakukan lockdown setelah mencatat rekor penambahan jumlah kasus. Akan tetapi, para ilmuwan menilai, dampak dari berbagai strategi dan kebijakan yang telah dilakukan, tidak terlalu signifikan dalam menekan laju infeksi.

Melihat kondisi Covid-19 saat ini, Horton menilai semestinya bukan dianggap sebagai pandemi, melainkan sebagai ’’sindemi’’ dimana ini berarti penyakit seperti Covid-19 tidak boleh berdiri sendiri. Di satu sisi ada Covid-19 dan di sisi lain ada serangkaian penyakit yang sudah diidap oleh seseorang sehingga kedua elemen ini saling berinteraksi dalam konteks ketimpangan sosial yang mendalam.

Mengingat pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada awal 2020, yang mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 dialami secara tidak proporsional pada kelompok masyarakat paling rentan. Diantaranya orang yang hidup dalam kemiskinan, pekerja miskin, perempuan dan anak-anak, serta penyandang disabilitas dan kelompok marjinal lainnya.

Sindemi bukanlah istilah baru dan telah muncul sekitar tahun 1990-an yang diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer. Istilah ini dicetuskannya untuk menyebut kondisi ketika dua penyakit atau lebih berinteraksi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar ketimbang dampak dari masing-masing penyakit tersebut.

’’Dampak dari interaksi ini juga difasilitasi oleh kondisi sosial dan lingkungan yang entah bagaimana dapat menyatukan kedua penyakit atau membuat populasi menjadi lebih rentan terhadap dampaknya,’’ jelas Singer.

Istilah sindemi muncul saat ilmuwan tersebut bersama koleganya meneliti penggunaan narkoba di komunitas berpenghasilan rendah di Amerika Serikat pada lebih dari dua dekade lalu. Singer dan timnya menemukan bahwa banyak dari masyarakat itu yang menggunakan narkoba menderita sejumlah penyakit seperti TBC dan penyakit menular seksual.

Selanjutnya para peneliti mempertanyakan bagaimana penyakit-penyakit ini dapat berada di dalam tubuh seseorang. Kesimpulannya, dalam beberapa kasus, kombinasi penyakit memperkuat dampak dan kerusakan yang dialami orang itu.

’’Kami melihat bagaimana Covid-19 berinteraksi dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya, diabetes, kanker, masalah jantung dan banyak faktor lain,’’ kata Singer.

Strategi epidemiologi hadapi Covid-19 Bahkan tak hanya itu, mereka juga melihat adanya tingkat yang tidak proporsional dari dampak yang merugikan di komunitas masyarakat miskin, berpenghasilan rendah dan etnis minoritas. (*)

*Dari berbagai sumber

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Pandemi Covid-19 Kini Jadi Sindemi, Efeknya Lebih Parah