05/05/2021 12:48:33
Info Kesehatan

Teryata, Masih Banyak Mitos Seputar Asma, Mau Tahu?

Foto: Ilustrasi/Internet

Masih dalam semangat Hari Asma Sedunia yang selalu diperingati pada Selasa pekan pertama Mei setiap tahunnya, kali ini Dokcil ingin membagikan beberapa mitos yang ternyata masih banyak beredar di masyakat terkait penyakit ini. Apa saja?

Sesuai tema peringatan Hari Asma Sedunia tahun ini, yakni "Mengungkap Kesalahpahaman Asma" guna mengungkap miskonsepsi terkait penyakit asma maupun komplikasi asma, berikut empat mitos umum mengenai penyakit asma yang dilansir dari Healthline dan dikutip Kompas.com:

1. Asma hanya ada di dalam pikiran

Gejala asma telah dikaitkan dengan kecemasan dan depresi, tetapi asma bukanlah kondisi psikologis. Asma adalah akibat dari peradangan kronis di paru-paru, yang menyebabkan pembengkakan dan penyempitan saluran pernapasan. Peradangan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk genetika dan paparan faktor-faktor seperti alergen dan polusi di lingkungan sekitar kita.

Adapun pemicu umum serangan asma meliputi, infeksi saluran pernapasan bagian atas (masuk angin), polusi, serbuk sari, debu, hingga terpapar asap rokok. Pada penderita asma, sel-sel kekebalan di paru-paru dan saluran napas bereaksi berlebihan terhadap pemicu ini, yang dapat menyebabkan batuk, mengi, sulit bernapas, dan sesak di dada. Sebuah studi tahun 2019 menemukan bukti bahwa kecemasan dapat membuat asma lebih sulit dikendalikan, namun asma tetaplah penyakit paru-paru dan bukan pikiran.

2. Asma sembuh seiring bertambahnya usia

Asma sering dianggap sebagai penyakit masa kanak-kanak yang dapat kita atasi seiring bertambahnya usia. Memang benar asma sering terjadi pada anak-anak, tetapi biasanya tidak benar-benar hilang meski bertambah usia. Kondisinya tetap ada meski gejalanya dapat berubah atau menjadi lebih jarang dari waktu ke waktu.

Asma mungkin berarti kita memiliki kerentanan genetik terhadap hiperaktifitas di paru-paru atau kerusakan sel saluran napas akibat peradangan kronis. Penelitian dari tahun 2020 menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan asma yang parah, tingkat keparahan penyakit dapat menurun seiring waktu. Tetapi, gejala asma masih bisa kambuh dan bisa sangat serius. Asma juga bisa berkembang pada orang dewasa yang tidak pernah mengalami gejala saat kecil. Pemicu umum asma yang menyerang orang dewasa meliputi alergi, kegemukan atau obesitas, paparan zat beracun atau iritasi di tempat kerja

3. Steroid inhalasi yang digunakan untuk mengobati asma berbahaya

Seperti yang diterbitkan dalam analisis tahun 2012, para peneliti di National Institutes of Health dan lembaga federal lainnya menetapkan bahwa jika gejala asma memburuk, kortikosteroid hirup diperlukan untuk mencegah dampak yang serius. Tapi steroid mendapat reputasi buruk. Beberapa orang khawatir bahwa kortikosteroid yang dihirup dapat menghambat pertumbuhan anak-anak atau menjadi kecanduan.

Yang lain mengasosiasikan kata "steroid" dengan steroid anabolik yang digunakan untuk membangun otot. Namun, "steroid" digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis bahan kimia berdasarkan strukturnya. Kortikosteroid sebenarnya mirip dengan hormon yang diproduksi di dalam tubuh.

Sebuah tinjauan tahun 2015 dari lebih dari 20 penelitian berbeda menemukan bahwa pada anak-anak yang menggunakan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi selama lebih dari satu tahun, terdapat perbedaan tinggi kurang dari 1 cm pada saat mereka mencapai usia dewasa. Kendati demikian, asma yang tidak diobati sejak dini sebenarnya dapat memperlambat pertumbuhan dan permulaan pubertas.

Namun, kortikosteroid inhalasi tetap memiliki efek samping yakni sakit tenggorokan, suara serak, sariawan (infeksi jamur pada mulut), dan mimisan. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid inhalasi harus ditentukan oleh penilaian risiko-manfaat dengan dokter atau penyedia layanan kesehatan.

4. Penderita asma tak aman untuk berolahraga

Olahraga adalah pemicu asma yang umum, sehingga tidak heran jika banyak orang percaya bahwa tidak aman bagi penderita asma untuk berolahraga. Tetapi asma bukanlah alasan untuk tidak menjalani gaya hidup aktif, dan olahraga sebenarnya dapat membantu mengelola asma.

Program berbasis olahraga untuk meningkatkan kesehatan paru-paru juga ditemukan terkait dengan peningkatan kualitas hidup dan gejala asma yang lebih sedikit. Obesitas terbukti meningkatkan risiko asma. Ini disebabkan karena obesitas berkontribusi pada peradangan ringan di seluruh tubuh, yang dapat menjadi faktor risiko asma. Oleh sebab itu, olahraga tetap dibutuhkan para penderita asma untuk menjadi bagian dari gaya hidup yang lebih sehat. (*)

*Dari berbagai sumber

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Teryata, Masih Banyak Mitos Seputar Asma, Mau Tahu?