22/06/2021 11:22:59
Info Kesehatan

Tingkat Kematian Tertinggi di Dunia, IDAI Peringatkan Ancaman Long Covid pada Anak Indonesia

Foto: Ilustrasi/Internet

Kasus Covid-19 pada anak di Indonesia yang terus meningkat, memang perlu menjadi perhatian khusus. Terlebih, tingkat kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan. Kesimpulan ini berdasarkan data case fatality atau tingkat kematian pada anak akibat virus SARS-CoV-2 itu yang mencaoai 3 – 5 persen.

"Jadi kita ini kematian yang paling banyak di dunia," katanya seperti dilansir dari Merdeka.com.

Aman Bhakti menjelaskan, dari total kasus positif Covid-19 nasional saat ini, 12,5 persen dikontribusikan anak usia 0 hingga 18 tahun. Ini menunjukkan, satu dari delapan kasus positif Covid-19 di Indonesia merupakan anak.

Jika dilihat dari data provinsi 17 Juni 2021, DKI Jakarta mencatat angka penambahan kasus positif Covid-19 cukup tinggi pada anak. Dalam sehari, ada peningkatan 661 anak terjangkit Covid-19. Dari jumlah tersebut, 144 di antaranya usia balita (bawah lima tahun). 

"Saya sering mengatakan 50 persen kematian anak itu balita, bukan balita itu meninggal 50 persen. Jadi dari seluruh yang meninggal pada anak, 50 persennya balita," katanya.

Aman Bhakti menuturkan, situasi kasus Covid-19 pada anak di Indonesia mengkhawatirkan. Sebab, hingga kini sebagian besar rumah sakit belum memiliki ruang ICU (Intensive Care Unit) khusus anak.

Sementara itu, obat-obatan termasuk Intravenous Fluid Drops (IVFD) terbatas karena tidak masuk dalam skema pelayanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.

"Saat ini juga, SDM semakin menurun, termasuk dokter dan perawat. Ini kan menjadi masalah. Jadi kita bisa kolaps," ujar Aman Pulungan.

Tak hanya itu, Aman menilai melonjaknya kasus Covid-19 pada anak-anak ini harus menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan rumah sakit untuk menyiapkan ruang perawatan khusus.

"Kalau kasusnya 12,5% maka minimal 10% dari itu. Jangan sampai sudah parah baru dirawat. Dokter anak kan ada di mana-mana," ucapnya seperti dilansir dari BBC News Indonesia.

Merespons soal ruang khusus perawatan untuk anak, menurut Siti Nadia Tarmizi dari Kementerian Kesehatan, mengungkapkan, masing-masing rumah sakit telah mengalokasikan kamar untuk pasien anak. Hanya saja, kapasitas persentasi ditentukan masih-masing rumah sakit dan pemerintah daerah.

Hal lain ihwal kasus Covid-19 pada anak ini, yang tak kalah penting menurut Aman adalah pemerintah harus segera memperbaiki data secara menyeluruh.

"Dashboard data anak itu harus ada sesegera mungkin dan buatlah data sesuai kelompok umur anak itu di setiap provinsi. Kapan sih seluruh Pemda, seluruh dinkes, dan seluruh Satgas provinsi ini sadar bahwa anak ini bisa Covid-19," kata dia.

Pendataan dan pemetaan kasus itu jadi penting untuk mengetahui dampak lanjutan atau jangka panjang terhadap Covid-19. Sebab, Aman mengungkapkan, sudah ada laporan temuan kasus long Covid-19 pada anak di Indonesia.

"Outcome-nya pada anak ini tidak hanya kematian, tapi gejala persisten. Selain MISC (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children). Itu MISC tidak di semua negara, kita salah satu yang banyak," terang dia.

Aman lalu mengutip laporan kasus dari Italia yang menunjukkan 52,7% anak mengalami long Covid-19 setelah empat bulan. Beberapa gejala yang tercatat di antaranya insomnia, fatigue, nyeri otot, nyeri sendi hingga, masalah pernapasan.

Laporan lain yang ia kutip adalah dari Swedia, pada pasien usia 9-15 tahun. Kelompok ini mengalami long Covid setelah enam hingga delapam bulan terinfeksi.

Gejala yang dialami anak-anak itu juga hampir sama di antaranya kelelahan, sering sesak, kesulitan konsentrasi dan kesulitan kembali ke sekolah.

"Kalau ditanya bagaimana di Indonesia? Terus terang saya enggak berani ngomong dulu karena datanya enggak cukup. Tapi kami sudah dapat beberapa kasus yang seperti itu, itu yang diperiksa, karena di Jakarta diperiksa," ungkap Aman.

Itu sebab dia menekankan pentingnya pengumpulan data kasus Covid-19 dan peningkatan tracing serta testing pada anak.

"Jadi sebetulnya, jangan dianggap anak itu harus dibiarkan. Walaupun dia OTG, tetap kita harus tahu bahwa dia pernah [Covid-19], baik anak-anak atau dewasa. Data ini paling penting bagi kita,"

Antisipasi yang tak matang dan kebijakan yang tak berbasis sains hanya akan memperburuk kondisi anak-anak dan balita di tengah pandemi Covid-19. Yang terjadi menurut Aman bukan saja banyaknya kasus kematian dan angka kesakitan melainkan juga dampak ikutan Covid-19 bagi anak-anak.

"Ketika anak-anak ini positif kan mental health-nya akan terganggu. Jangankan dia positif, keluarganya positif saja dia terganggu secara mental dan long Covid-19 pada anak itu kan sudah terjadi," tutur dia mengingatkan.

"Dan yang berikutnya adalah meninggal. Dan angka kasus dan kematian [ada anak] akan meningkat," pungkas Aman. (*)

*Dari berbagai sumber

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Tingkat Kematian Tertinggi di Dunia, IDAI Peringatkan Ancaman Long Covid pada Anak Indonesia