04/02/2016 14:21:46
Info Kesehatan

Apa Kaitan Virus Zika Dengan Mikrosefalus?

Seperti yang sudah kita bahas di artikel sebelumnya bahwa belakangan ini dunia kesehatan digegerkan oleh merebaknya virus Zika yang bersumber dari gigitan nyamuk aedes aegypti. Virus Zika pertama kali ditemukan di Uganda tahun 1947. Virus itu lalu menyerang manusia pertama kali di Nigeria pada 1954. Setelah itu mewabah di Afrika, Asia Tenggara, dan wilayah Pasifik.

Pada 1977-1978 Zika sempat mewabah di Asia. Lama menghilang, Zika kembali muncul pada 2014 di Brasil dan menyebar cepat di negara itu, Mei 2015. Peneliti Eikjman Institute menemukan munculnya kembali kasus Zika Virus di Indonesia, tepatnya di kawasan Jambi pada awal semester tahun 2015 lalu.

Virus Zika tidak menyebabkan kelainan berat seperti demam berdarah, meski Zika merupakan flavivirus yang berhubungan dengan demam kuning, demam berdarah, West Nile dan virus ensefalitis Jepang. Akan tetapi, virus ini dapat menimbulkan risiko terhadap janin pada wanita hamil. Virus telah dikaitkan dengan mikrosefali, yaitu sebuah kondisi dimana bayi memiliki kepala kecil dan perkembangan otak yang tidak lengkap.

Kasus mikrosefalus termasuk dalam penyakit yang terkait dengan perkembangan kepala dan berhubungan dengan saraf yang ada di otak. Biasanya, bayi disebut mengalami mikrosefalus bila ukuran lingkar kepala di bawah standar usia dan kelamin, sebanyak dua standar deviasi.

Dalam kasus mikrosefalus, otak pada bayi tidak berkembang sempurna semasa masih di dalam rahim bahkan ada yang berhenti berkembang. Anak dengan mikrosefalus dapat mengalami berbagai masalah seperti hambatan perkembangan tubuh, keterbelakangan intelektual, atau kehilangan pendengaran.

Sebagian besar mikrosefalus disebabkan oleh kelainan genetik, namun kondisi ini juga dapat terjadi karena infeksi pada janin, seperti campak Jerman yang juga dikenal dengan nama rubella, toksoplasmosis yang disebabkan oleh parasit pada daging mentah dan kotoran kucing, juga Cytomegalovirus.

Di Brasil, sejak Oktober 2015, diperkirakan ada 4.000 kasus kelahiran bayi dengan mikrosefalus. Pada awal Januari 2016 ditemukan 3.174 bayi di Brasil yang mengalami mikrosefalus, termasuk 38 bayi meninggal. Sebelum ada serangan virus Zika, pada 2010-2014 angka kelahiran bayi dengan kasus mikrosefalus di Brasil rata-rata 163 bayi per tahun.

Dugaan semakin kuat antara zika dengan mikrosefalus ketika pemerintah Brasil menemukan virus zika pada ibu yang melahirkan anak dengan mikrosefalus. Kemudian, bukti yang mereka anggap paling kuat adalah ketika peneliti setempat menemukan virus zika di otak bayi dengan mikrosefalus dan meninggal 24 jam setelah lahir.

Namun, hingga saat ini para peneliti belum menemukan bukti yang benar-benar jelas mengenai kerja virus zika dalam menyebabkan mikrosefalus. Penelitian tentang virus ini pun sangat sedikit karena jarang muncul sebagai kasus.

Sampai saat ini belum ada vaksin untuk menangani zika, penanganan yang paling memungkinkan adalah tindakan umum seperti istirahat, dan penggunaan analgesik serta antipyretic yang dapat mengurangi demam. Bila seseorang diduga dan kemudian positif memiliki virus zika dalam darahnya, maka orang tersebut harus dihindari dari paparan nyamuk selama beberapa hari di awal gejala. Tindakan ini diperlukan guna mencegah nyamuk lain menggigit lalu menyebarkan ke orang lain.

Meski belum ada bukti ilmiah biang mikrosefalus adalah virus Zika, WHO, berdasarkan rekomendasi para ahli independent, memutuskan darurat global. Dengan minimnya pengetahuan tentang penanganan zika, sejauh ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) baru memberikan peringatan dan cara pencegahan terinfeksi zika, terutama kepada ibu hamil agar tak terjangkit virus yang kini dinyatakan sebagai darurat kesehatan oleh WHO.

 

Dikutip dari berbagai sumber.

 

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Apa Kaitan Virus Zika Dengan Mikrosefalus?