11/06/2019 10:34:53
Info Kesehatan

Tingkat Kematian Bayi di Indonesia Masih Tinggi, Apa Penyebabnya?

Hari Anak Internasional diperingati setiap 1 Juni. Perayaan ini bertujuan menghormati hak-hak anak di seluruh dunia. Termasuk hak anak memperoleh kesehatan yang memadai. Dalam rangka Hari Anak Internasional ini, kali ini Dokcil akan membahas tentang angka kematian bayi di Indonesia yang masih terbilang tinggi.

Saat ini, tingkat kematian bayi di Indonesia adalah tertinggi keempat dunia untuk angka prematuritas. Ya, prematuritas menjadi salah satu penyebab angka kematian bayi.

Hal ini disampaikan Ketua Divisi Fetomaternal Obstetri Ginekologi FK Unud-RSUP Sanglah, Dr dr AA Ngurah Jayakusuma SpOG (K) MARS, dalam acara Bali International Combined Clinical Meeting (BICCM) ke-9 di FK Unud, beberapa waktu lalu. Prematuritas adalah kelahiran yang terjadi lebih awal dari perkiraan. Di Bali sendiri, tingkat kematian bayi akibat prematuritas sangat rendah.

Selain prematuritas, infeksi juga menjadi penyebab kematian bayi termasuk infeksi HIV/AIDS. Ia bersama tim dari Obgin, Anastesi, dan Anak FK Unud-RSUP Sanglah belajar ke FK Universitas Adelaide-Women’s and Children’s Adelaide. Universitas ini unggul di bidang perawatan neonatuss, bayi kecil dengan berat badan lahir rendah.

’’Kami belajar dan sharing dari mereka,” ujarnya seperti dikutip dari nusabali.com.

Menurut informasi, Universitas Adelaide-Women’s and Children’s Adelaide bisa mencegah infeksi, mempunyai peralatan yang canggih untuk merawat bayi kecil di bawah 1 kg. Tingkat keberhasilannya mencapai 70-80 persen, sedangkan tingkat keberhasilan di RSUP Sanglah sekitar 30-40 persen.

’’Mereka tidak menyentuh atau melakukan langsung pelayanan tapi mereka mengajarkan sistem pelayanan yang baik,’’ ujarnya menambahkan.

Dalam acara Bali International Combined Clinical Meeting (BICCM), pertemuan gabungan antara tim Australia dengan tim FK Unud- RSUP Sanglah ini mengolaborasikan sejumlah kegiatan yakni bidang pendidikan dan pelayanan antara FK Unud – RSUP Sanglah dengan FK di Universitas Adelaide – Women’s and Children’s Hospital Adelaide.

Sementara itu, di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur, angka kematian bayi dalam tiga tahun terakhir selalu mengalami peningkatan. Hal ini tercatat dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati, awal Mei lalu, dan sempat menjadi sorotan jajaran DPRD Berau. 

Dalam laporan itu dijelaskan bahwa pada 2016, kematian bayi mencapai 76 kasus, dan meningkat menjadi 87 kasus pada 2017. Angka itu kembali meningkat pada 2018 menjadi 95 kasus.

Seperti dilansir dari Berau Post, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau Totoh Hermanto menjelaskan, penyebab terus meningkatnya angka kematian bayi dikarenakan rendahnya akses masyarakat, khususnya ibu hamil ke posyandu. Dari data yang dimilikinya, tercatat hanya 46 persen ibu hamil yang datang ke posyandu setiap tahunnya.

Padahal, dirinya menerangkan, datang ke posyandu merupakan salah satu hal penting bagi ibu hamil, termasuk yang baru melahirkan. Sebab, pihak posyandu akan membagikan tablet zat besi, supaya ibu hamil tidak mengalami anemia dan berisiko melahirkan bayi prematur.

Selain minimnya akses ke posyandu, lanjut Totoh, tingginya angka kematian bayi di Berau berkaitan dengan angka pernikahan dini.  ’’Banyak juga masyarakat kita yang menikah di usia dini, sehingga punya risiko terhadap janinnya apabila kelak hamil. Misal rahimnya yang belum kuat,’’ tuturnya.

Angka kematian bayi juga masih tinggi di Provinsi Jawa Timur, yakni mencapai 1.058 kasus hingga Mei 2019. Penyebab tingginya angka kematian bayi di Jawa Timur, menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim Kohar Hari Santosa adalah karena masalah gizi dan kondisi anemia pada ibu.

’’Untuk menangani masalah tersebut, bidan harus profesional. Mereka harus bisa fokus pada kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, serta imunisasi,’’ ucap Kohar seperti dilansir dari JPNN.

Kohar mengatakan, saat ini ada sekitar 570 ribu ibu hamil (bumil) di Jatim. Untuk menjaga para bumil dan janinnya agar tetap sehat, bidan perlu melakukan upaya promotif dan preventif. Misalnya, memberikan edukasi kepada ibu agar selalu mengonsumsi makanan yang bergizi.

’’Selain itu, pelayanan obstetric neonatal emergency perlu dilakukan. Misalnya, melalui pemberian vitamin prenatal serta pertolongan persalinan pada ibu maupun bayi,’’ ujarnya. (*)

 

*Dari berbagai sumber

 

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Tingkat Kematian Bayi di Indonesia Masih Tinggi, Apa Penyebabnya?