27/07/2020 10:11:36
Info Kesehatan

Lahir Tanpa Ekspresi, Bisakah Anak dengan Moebius Syndrome Hidup Normal?

Foto: Internet/Ilustrasi

Belum lama ini jagat Twitter kembali dihebohkan dengan postingan Andreas Kurniawan terkait anak laki-lakinya yang terlahir tanpa ekspresi. Dalam dunia medis kondisi ini disebut Moebius Syndrome dan termasuk penyakit langka. Seperti apa?


Anak laki-laki yang diberi nama Hiro ini lahir pada 27 Juni 2020. Lalu, sang ayah memutuskan untuk terbuka akan kondisi Hiro dengan mempostingnya di Twitter pada 23 Juli 2020.

Dalam akun Twitter-nya @ndreamon, Andreas Kurniawan yang juga seorang psikiater itu menjelaskan tentang penyakit langka yang diderita Hiro.

’’Anak saya lahir kurang dari satu bulan lalu, dengan kondisi super langka yaitu Moebius Syndrome. Hari ini (23 Juli 2020), saya memutuskan untuk terbuka tentang kondisi Hiro. Moebius Syndrome, kondisi tanpa ekspresi,” tulis Andreas.

Bila normalnya seorang bayi akan menangis ketika lahir, berbeda dengan Hiro yang justru tampak sangat tenang, tidak berekspresi, dan [terlihat] tidak bernapas. Bahkan, Andreas mengatakan bahwa Hiro tidak bisa membuka mulut. Kalau bisa pun, hanya sebesar sedotan air mineral.

’’Selama pendidikan di dunia medis, saya tidak pernah mendengar apa itu Moebius. Mungkin teman-teman medis pun baru pertama mendengar. Moebius Syndrome adalah kondisi ketika seorang bayi lahir dengan masalah saraf kranial VI dan VII. Itu adalah saraf yang membuat wajah bisa bergerak,” tulis Andreas.

’’Akibatnya, anak dengan Moebius Syndrome matanya tidak bisa melirik ke luar dan wajahnya tidak bisa ekspresi. Wajah topeng,” ujarnya menambahkan.

Pengakuan Andreas Kurniawan akan Kondisi Hiro tersebut lantas menjadi viral melalui tagar #SuperHiro.  

Lalu, apa sebenarnya yang memicu Moebius Syndrome?

Dokter Devia Irine Putri dari klikdokter.com menjelaskan, sindrom Moebius merupakan salah satu penyakit langka yang angka kejadiannya 1:50.000 atau 1:500.000 dari kelahiran bayi. Ini merupakan kelainan sistem saraf yang menyebabkan paralisis di otot wajah dan otot bola mata (saraf kranial VI dan VII).

’’Akibatnya, penderita tidak menunjukkan ekspresi wajah seperti senyum, menaikkan alis, dan frown,” ujar dr. Devia.

Menurut dr. Devia, hingga saat ini belum ada penyebab pasti yang bisa membuat seorang bayi lahir dengan Moebius Syndrome. Namun, faktor genetik memang dipercaya bisa jadi salah satu penyebab terbentuknya kelainan saraf pada tubuh manusia, yang pada akhirnya menimbulkan Moebius Syndrome.

’’Tidak hanya faktor dari genetik, bisa juga pengaruh dari luar. Tapi pengaruhnya apa, ini masih belum diketahui. Karena, memang belum ada penelitian yang bisa menjawab alasan Moebius Syndrome terjadi,” jelas dr. Devia.

Kalau kembali membahas kondisi yang sedang dihadapi Hiro, Andreas menceritakan bahwa kini anaknya juga tengah mengidap masalah saraf kranial X (kesulitan menelan) dan tidak memiliki refleks batuk yang baik.

Jadi, ketika ada air liur yang masuk ke saluran napas, Hiro tidak bisa batuk dan memungkinkan untuk tersedak. Apabila melihat kondisi yang dialami Hiro, dr. Devia mengatakan kemungkinan atau komplikasi kesehatan itu bisa saja terjadi.

Bahkan, tidak hanya mengalami dua masalah tadi, ada juga beberapa komplikasi yang mungkin bisa dialami ketika bayi mengidap sindrom Moebius, seperti bibir sumbing, masalah pada pertumbuhan gigi, gangguan pendengaran, masalah pada kaki dan tangan (jumlah jari kurang atau jari menempel), dan msalah pada mata (mata kering, mudah iritasi, dan strabismus atau mata juling).

’’Komplikasi yang paling sering terjadi adalah tersedak. Jika bayi tersedak, maka ini bisa menyebabkan masalah di sistem pernapasan. Memungkinkan untuk masuknya cairan ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia aspirasi,” jelas dr. Devia.

’’Selain itu, kesulitan menelan juga jadi masalah lainnya yang berbahaya. Ketika sulit menelan, anak jadi mengalami penurunan berat badan dan daya tahan tubuh,” sambungnya.

Bisakah Anak dengan Moebius Syndrome Hidup Normal?

Penanganan untuk Moebius Syndrome memang bermacam-macam, bergantung pada kelainan yang diderita pasien. Menurut dr. Devia, pengobatannya akan melibatkan beberapa ahli dari dokter spesialis bedah plastik, anak, saraf, telinga, hidung dan tenggorokan, mata, gigi, terapis wicara, serta masih banyak lagi. Pengobatannya memang akan disesuaikan dengan kondisi.

’’Melihat Moebius Syndrome adalah kelainan genetik yang memengaruhi saraf, penderitanya memang tidak bisa sembuh seperti orang normal lainnya,” tutur dr. Devia.

’’Yang bisa dilakukan hanya tata laksana suportif. Misalnya, memasang sonde untuk pemenuhan nutrisinya, memasang trakeostomi untuk jalan napasnya, operasi bibir sumbing atau lainnya yang bisa dipertimbangkan sesuai kondisi anak,” tambahnya.

Bayi dengan Moebius Syndrome masih bisa bertahan hidup, namun dengan pengawasan yang ketat. Tidak bisa dipungkiri, kondisi ini akan memberikan hambatan untuk berinteraksi dengan orang lain, sehingga bukan tidak mungkin nantinya penderita akan sulit bersosialisasi.

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Lahir Tanpa Ekspresi, Bisakah Anak dengan Moebius Syndrome Hidup Normal?