06/05/2021 15:28:10
Info Kesehatan

Begini Kesulitan yang Dialami Penyandang Thalasemia Ditengah Pandemi

Foto: Ilustrasi/Internet

Penyandang thalasemia harus menjalani pengobatan seumur hidup serta bergantung pada transfusi dan kelasi besi untuk  memenuhi kebutuhan darah. Akan tetapi, selama pandemi Covid-19 pasien thalasemia kian sulit mendapatkan darah.

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah dengan kondisi jumlah hemoglobin yang berada di bawah normal. Thalasemia terjadi akibat gangguan pembentukan rantai globin yang merupakan komponen sel darah merah.

Penyandang thalasemia umumnya harus ketergantungan transfusi darah seumur hidup agar bisa beraktivitas layaknya orang normal. Akan tetapi, ditengah pandemi Covid-19 terlebih di bulan Ramadan saat ini, stok darah turun drastis.

Hal tersebut disampaikan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PP PHTDI) Dr. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma, SpPD – KHOM, dalam diskusi virtual bersama Kementerian Kesehatan RI, Rabu (5/5), seperti dilansir dari suara.com.

"Sangat berdampak sekali, kasihan penderita thalasemia ini, mereka membutuhkan darah donor. Sekarang donor tidak boleh keluar atau takut (akibat pandemi), akibatnya penderita thalasemia harus mencari donor darah sendiri," ujar Dr. Tubagus.

Kenyataan ini juga dibenarkan Ketua Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) H. Ruswandi, yang mengungkap keadaan pasien thalasemia anak yang kesulitan mendapatkan darah.

"Oleh karena banyak donor malas datang ke RS untuk mendonorkan darahnya, karena dikhawatirkan adanya Covid-19 tersebut," ungkap Ruswandi.

Alhasil, Ruswandi dan rekan-rekannya harus memutar otak mencari cara agar para penyandang thalasemia mendapatkan donor darah sesuai kebutuhannya.

Maka dibuatlah program 6-1, yang artinya disediakan 6 orang pendonor untuk satu orang penyandang thalasemia, saat ini sedang dicari dan dijalankan agar bisa berjalan sesuai target.

Sementara itu Dr. Tubagus mengaku sedang berdiskusi dengan Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat agar bisa memberikan akses dan data zona hijau stok donor darah.

Maksudnya zona hijau ialah stok darah yang melimpah atau cukup di satu daerah diberikan untuk para penyandang thalasemia di daerah lain yang membutuhkan. Sayangnya, kata Dr. Tubagus, terkendala jarak dan transportasi.

"Siapa yang yang bayar transportnya?" ujarnya

Namun solusi ini lebih baik, dibanding darah yang sudah disimpan lebih dari 13 hari harus dibuang karena tidak bisa digunakan.

Perlu skrining darah

Dalam menyambut Hari Thalasemia Sedunia yang selalu diperingati pada 8 Mei setiap tahunnya, masyarakat diimbau untuk melakukan skrining darah. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie, mengatakan bahwa thalasemia tidak bisa dianggap remeh karena dapat memicu berbagai komplikasi penyakit seperti gangguan pertumbuhan, gagal jantung, dan pembesaran limpa.

"Penderita thalasemia harus menjalani pengobatan seumur hidup dan bergantung pada transfusi dan kelasi besi agar memenuhi kebutuhan darah," ujarnya seperti dilansir dari bisnis.com.

Cut juga mengungkapkan penyembuhan thalasemia membutuhkan dana tidak sedikit. Bahkan, biayanya setiap tahun semakin bertambah.

Karena itu, masyarakat disarankan untuk melakukan skrining, yakni pemeriksaan darah tepi dan analisis Hb untuk mengetahui seseorang normal atau tidak. Juga untuk mengetahui seseorang mengalami thalasemia minor atau thalasemia mayor.

"Skrining ini sebaiknya dilakukan sebelum menikah, dengan demikian dapat menghindari perkawinan antara sesama thalasemia minor yang dapat melahirkan anak dengan thalasemia mayor," ujar Cut. (*)

*Dari berbagai sumber

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Begini Kesulitan yang Dialami Penyandang Thalasemia Ditengah Pandemi