13/08/2020 11:51:11
Info Kesehatan

Happy Hypoxia, Gejala Covid-19 yang Jarang Terjadi Tapi Mematikan

Foto: Internet/Ilustrasi

Salah satu gejala Covid-19 yang tidak biasa atau jarang terjadi adalah pasien mengalami happy hypoxia. Yakni, menurunnya kadar oksiden dalam darah yang cukup drastis hingga menyisakan 40 persen. Berbahayakah? Tentu saja!


Seperti dilansir dari IDNTimes, pada Selasa (11/8) ada unggahan dari seorang dokter bernama Disa Edralyn melalui akun Twitternya @edralynnn yang menjadi viral. Dalam unggahannya tersebut, ia menjelaskan tentang happy hypoxia yang dialami oleh seorang pasiennya.

Dokter Disa menjelaskan bahwa pasien tersebut sadar, tetapi kadar oksigen di dalam darahnya hanya 40 persen. Selain itu, jumlah tarikan napas sangat intens, yakni 50 tarikan per menit. Saat diberi oksigen murni pun, pasien hanya bisa mengambil hingga 70 persen, tidak 100 persen.

Padahal, dalam keadaan normal kadar oksigen dalam darah semestinya berada di angka 95 persen atau lebih, sedangkan tarikan napas normal seharusnya di bawah 20 tarikan per menit. Hal ini tentu mengisyaratkan adanya ketidaknormalan pada pasien tersebut. 

Dokter Disa cukup kaget dengan keadaan pasien. Ia mengatakan bahwa dengan kondisi seperti itu, pasien seharusnya sudah tak sadarkan diri. Sebab, kadar oksigen yang cuma 40 persen tidak akan cukup untuk disalurkan ke organ vital seperti otak.

Seperti gambaran di atas, pasien yang mengalami happy hypoxia tampak baik-baik saja dan bisa beraktivitas normal. Namun, di balik itu, kadar oksigen di dalam darahnya begitu rendah hingga bisa menyebabkan pasien tidak sadarkan diri.

Menurut dr. Eric Daniel Tenda, Sp.PD, seorang dokter spesialis penyakit dalam dan intervensi pulnomonologi, happy hypoxia ini merupakan terminologi medis yang tergolong baru, terutama untuk kasus COVID-19. Kondisi ini dapat diartikan sebagai kadar saturasi oksigen yang di bawah kadar normal. 

Pada pasien yang mengalami happy hypoxia, ketika kadar oksigen turun drastis, yang terjadi adalah otak tak akan mendapatkan oksigen yang cukup. Akibatnya, muncul gejala lain seperti sesak napas atau bahkan tak sadarkan diri.

Lalu, apa perbedaan Happy hypoxia dengan silent hypoxemia?

Dokter Eric menjelaskan, keduanya adalah terminologi yang berbeda walaupun kondisi yang disebabkan mirip. Terlebih keduanya juga bisa terjadi pada pasien COVID-19 secara bersamaan.

’’Pada keadaan tertentu, saturasi oksigen yang diukur di darah atau yang pakai pulse oximeter, yang harusnya 95 persen, itu turun. Nah, ini yang disebut hypoxia. Kalau kemudian kadar yang dicek di darah juga rendah, itu namanya hypoxemia,’’ terang dr. Eric. 

Lebih lanjut, kedua kondisi tersebut terdiagnosis dengan cara yang berbeda. Seperti yang dikatakan sebelumnya, happy hypoxia dideteksi dengan pulse oximeter. Alat tersebut kecil dan hanya perlu dijepitkan ke telunjuk. Sementara itu, hypoxemia hanya bisa dideteksi menggunakan analisis gas darah yang jauh lebih rumit. 

Akibat gangguan pertukaran gas di paru-paru

Dokter Eric mengatakan, sulit untuk menentukan penyebab terjadinya happy hypoxia karena penelitian dari para ahli masih berlangsung. Namun, ia punya satu hipotesis yang kemungkinan menyebabkan kondisi tersebut. 

Menurutnya, Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona strain baru (SARS-CoV-2), mampu merusak atau mengganggu fungsi paru-paru penderitanya. Ketika ini terjadi, pertukaran gas di dalam sana pun terganggu.

Oksigen sulit untuk masuk dan terus menurun. Itulah kenapa pasien yang mengalami kondisi ini biasanya megap-megap untuk mengambil udara.

Sementara itu, karbon dioksida akan tertahan di dalam paru-paru. Oksigen yang seharusnya disalurkan ke otak dan seluruh tubuh pun berkurang drastis. Hal ini kemudian menurunkan tingkat kesadaran pasien.

’’Tapi sampai sekarang tidak ada yang bisa menemukan penyebab dasarnya. Bisa juga terjadi karena di saluran pernapasan itu ada yang namanya ACE receptor yang kemudian ia merespons keadaan hypoxia atau kadar oksigen yang turun, atau mungkin ada keadaan lain yang tidak diketahui,’’ kata dr. Eric menjelaskan.

Lebih lanjut dr. Eric mengatakan, happy hypoxia merupakan gejala Covid-19 yang tergolong baru dan jarang terjadi, serta belum banyak diteliti. ’’Jadi seperti yang kita tahu, Covid-19 ini penyakit dengan sejuta wajah. Jadi ada yang kemudian cuma gejala klasik, tapi bahkan ada yang asimtomatik. Ada juga gejala di kulit, ada gangguan di mata. Mungkin pada Januari-Februari 2020 kita tak pernah mendengarkan gejala tersebut. Jadi, sampai sekarang masih dalam penelitian, salah satunya dari Loyola University (di Amerika Serikat)," tuturnya.

Ia juga menjelaskan, tidak ada cara untuk mengidentifikasi secara dini selain periksa ke dokter. Gejala ini sangat berbahaya dan harus diwaspadai karena sifatnya yang terjadi secara diam-diam.

’’Seseorang tidak akan sadar bahwa oksiden di tubuhnya rendah jika mereka tidak memeriksakan diri ke dokter,’’ ujar dokter yang saat ini sedang mengambil S3 di Imperial College London, Inggris, tersebut.

Nah, jika muncul gejala-gejala Covid-19, terutama sesak napas, sebaiknya masyarakat segera memeriksakan diri ke dokter karena bisa saja ini mengindikasikan adanya happy hypoxia. Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, akibatnya bisa fatal. (*)

 

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Happy Hypoxia, Gejala Covid-19 yang Jarang Terjadi Tapi Mematikan