14/12/2020 10:15:27
Info Kesehatan

Delirium, Gejala Baru Covid-19 yang Perlu Diwaspadai

Foto: Ilustrasi/Internet

Selama ini sebagian besar masyarakat dunia sudah mengetahui gejala umum dari Covid-19, yakni kelelahan, sesak napas, bauk, sakit kepala, nyeri dada, nyeri otot, sulit berkonsentrasi, demam, gangguan pencernaan, kehilangan bau dan rasa, serta mata merah. Nah, kali ini ditemukan gejala baru yang disebut delirium. Seperti apa?

Sebuah studi menyebutkan, delirium umumnya dialami pasien Covid-19 yang berusia lanjut. Dokter Divisi Psikiatri Komunitas, Rehabilitasi, dan Trauma Psikososial, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, dr Gina Anindyajati SpKJ mengatakan, delirium menunjukkan terjadi perburukan dari suatu kondisi medis tertentu pada seseorang.

Ia menjelaskan, delirium adalah suatu kondisi perubahan kesadaran yang onset-nya akut dan terjadi secara mendadak.

"Orang yang mengalami delirium menunjukkan adanya gangguan tingkat kesadaran, perhatian, kognitif (kemampuan berpikir), dan persepsi yang terjadi secara fluktuatif (berubah-ubah dari waktu ke waktu)," ujar Gina seperti dilansir dari Kompas.com.

Menurut Gina, penyakit ini termasuk keadaan yang sulit dikenali karena tanda-tandanya sangat bervariasi. Tingkatan derilium ada yang ringan sampai berat, dan kondisi ini bisa dilihat ketika seseorang tidur dan sulit dibangunkan, hingga tampak gelisah.

Gina mengatakan, orang yang mengalami delirium umumnya terlihat dari beberapa gangguan yang terjadi. Pertama, gangguan kesadaran dan perhatian (kesadaran berkabut hingga koma). Ke-dua, gangguan kognitif berupa proses pikir yang kacau, ketidakmampuan membedakan realita dan yang bukan, disorientasi, dan rendah daya memori. Ke-tiga, gangguan siklus tidur-bangun, cenderung bangun dan gelisah di malam hari, pola tidur terbalik. Dan ke-empat gangguan emosional yang tampak sebagai kecemasan hebat, iritabilitas (mudah marah). 

Penyebab

Tidak semua pasien yang terinfeksi Covid-19 menunjukkan gejala delirium. Menurut Gina, delirium dapat terjadi pada pasien yang terinfeksi Covid-19 yang disebabkan oleh berbagai hal. Diantaranya adalah infeksi langsung ke jaringan otak, inflamasi (peradangan) jaringan parenkim otak, ensefalopati akibat toksin karena proses perjalanan penyakit Covid-19, gagal napas yang menyebabkan otak mengalami kekurangan oksigen berat, infeksi berat yang memengaruhi organ-organ vital,  dan hiperkoagulasi (pengentalan darah yang hebat) sehingga mengganggu aliran darah ke otak.

Gina mengingatkan, delirium termasuk kondisi gawat darurat sehingga harus ditangani di rumah sakit. Sebab, delirium yang tidak dikelola dan tidak dicari penyebabnya bisa berujung pada kematian atau kecacatan jangka panjang. 

"Orang yang sudah teratasi delirium, masih mungkin mengalami gejala sisa berupa perubahan kognitif (kemampuan berpikir) maupun gangguan mood (suasana perasaan) yang sifatnya menetap hingga satu tahun pasca kejadian," ujar Gina.  

Penanganan mereka yang mengalami delirium harus disesuaikan dengan penyebabnya. Jika penyebabnya karena infeksi, maka pengobatannya ditujukan untuk menyelesaikan infeksinya. Namun, jika penyebabnya karena pengentalan darah yang berlebihan, maka perlu diberikan terapi agar kekentalan darahnya berkurang.

"Bila pasien mengalami gaduh gelisah, baru diberikan obat-obatan psikiatri sesuai dengan derajat gaduh gelisahnya," ujar Gina.

Ia menambahkan, tindakan terapi juga penting dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami derilium bergejala reorientasi.

"Orang dengan delirium dibantu untuk mengenali ruang, waktu, dan orang di sekelilingnya sehingga menurunkan kebingungan dan kegelisahan. Orang dengan delirium juga perlu dirawat di ruangan yang nyaman, cukup pencahayaan dan tenang, suhu ruangan yang hangat," tuturnya menjelaskan. (*)

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Delirium, Gejala Baru Covid-19 yang Perlu Diwaspadai