20/01/2022 12:31:17
Info Kesehatan

Indonesia Masih Menghadapi Masalah Stunting dan Obesitas, Apa yang Perlu Dilakukan?

Foto: Ilustrasi/Internet

Fokus dunia saat ini lebih menyoroti masalah Covid-19 yang belum kunjung usai dan malah kian bertambah dengan kemunculan varian-varian baru. Meski demikian, kita tidak boleh lupa bahwa Indonesia masih dihadapkan dengan masalah stunting dan obesitas.

Melansir laman kemkes.go.id, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA mengatakan permasalahan gizi tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di dunia. Bahkan permasalahan ini menjadi fokus secara global.

Di Indonesia berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting sebesar 24,4 persen. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam rpjmn 2020-2024, yakni 14 persen.

Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada Balita sebanyak 3,8 persen dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8 persen. Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8 persen, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik. Ini adalah upaya yang sangat besar dan cukup sulit.

’’Dampak masalah gizi stunting dan obesitas berdampak jangka pendek dan jangka panjang karena kedua masalah gizi ini menjadi indikator pembangunan kesehatan bangsa yang berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus,” katanya.

Pada saat anak stunting maka terjadi gagal tumbuh ditunjukkan dengan tinggi badan pendek dan perkembangan intelektual terhambat. Dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak pada gangguan metabolik yang meningkatkan risiko individu obesitas, diabetes, stroke, dan jantung.

Perbaikan gizi lebih diarahkan pada gizi seimbang sebagai solusi menurunkan stunting dan mencegah angka obesitas naik. Gizi seimbang bermakna luas berlaku pada semua kelompok umur.

Penerapan gizi seimbang dilakukan dengan mengkonsumsi aneka ragam makanan, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, mempertahankan berat badan normal, dan melakukan aktivitas fisik di semua kelompok umur.

Kemenkes melakukan intervensi spesifik untuk melaksanakan Penerapan gizi seimbang. Dalam intervensi spesifik ada 6 intervensi yang dilakukan yaitu pertama promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA), kedua promosi dan konseling menyusui, ketiga pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, keempat pemberian suplemen tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A, kelima penanganan masalah gizi dan pemberian makanan tambahan, keenam tatalaksana gizi buruk.

’’Saat ini memang kita berfokus pada remaja dan 1.000 hari pertama kehidupan dengan tujuan memperkuat intervensi. Intervensi spesifik diikuti dengan strategi peningkatan kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi gizi dan penguatan manajemen intervensi gizi di Puskesmas dan Posyandu,” kata dr. Dhian.

Selain upaya pemerintah, peran keluarga terutama ibu berperan penting dalam mencegah anak stunting dan obesitas.

Guru Besar Ilmu Gizi FEMA IPB Prof Dr. Hardiansyah mengatakan untuk bisa mencegah secara dini baik itu stunting maupun obesitas perlu memahami bahwa kedua masalah tersebut harus segera dicegah. Dalam hal ini ibu memiliki peran penting dalam menentukan makanan pada saat hamil dan pemberian gizi serta pola asuh pada anak setelah lahir.

Calon ibu hendaknya melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum hamil dan rutin melakukan pemeriksaan saat hamil.

Untuk mencegah stunting sejak awal adalah jangan sampai penambahan berat badan ibu hamil tidak mencukupi. Jadi penambahan berat badan ibu hamil itu adalah faktor utama.

’’Sederhananya bagi awam adalah bertambahnya usia kehamilan harus diiringi dengan bertambahnya berat badan. Saat bayi lahir ketika bertambah umur harus bertambah berat badan. Itu ciri sederhana. Kalau mengalami berat badan yang stagnan tidak bertambah maka pertambahan panjang atau tinggi badan bayi akan mengalami gangguan. Jadi sebelum mengalami gangguan maka cegahlah gangguan tersebut,” kata Prof. Hardiansyah.

Ketika bayi lahir, lanjutnya, yang harus diperhatikan ibu adalah berat badan bayi minimal di atas 2,5 kg dengan panjang badan di atas 47 cm. Seorang ibu juga wajib memberikan ASI eksklusif yaitu diberikan sampai 6 bulan, kalau tidak diberikan ASI eksklusif dan anak pernah diare berkali-kali itu sudah pertanda akan terjadi gangguan stunting kalau tidak segera diatasi.

Ia menyebut ada pangan yang terbukti mencegah stunting saat ibu hamil yaitu susu, telur, ikan, pangan hewani, dan lauk-pauk. Kemudian pangan yang terbukti mencegah stunting setelah bayi lahir adalah ASI eksklusif, susu pertumbuhan, telur, ikan, pangan hewani, lauk pauk, dan berbagai MPASI diperkaya gizi.

’’Berikan ASI dan MPASI yang cukup dengan baik, ASI eksklusif sampai 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI 6 sampai 23 bulan, berikan MP ASI yang cukup dan baik pada usia 6 sampai 23 bulan. Jaga kesehatan bayi dan anak melalui imunisasi, kebersihan, stimulasi, kebiasaan baik makan sayur, buah, lauk pauk, dan protein tinggi,” tuturnya.

Untuk obesitas, pahami penyebab obesitas atau kegemukan. Obesitas bukan hanya disebabkan karena kurang aktivitas fisik dan makanan, tapi banyak penyebabnya.

Ia menyebut kalau pada orang dewasa atau remaja obesitas bisa bisa karena stres yang menimbulkan inflamasi, inflamasi menimbulkan penumpukan lemak. Selain itu kurang tidur atau kelebihan tidur yang meningkatkan hormon ghrelin jadi pembawaannya lapar.

’’Mulailah dengan mengelola faktor penyebab utama seperti stres, terus jangan sampai stres, harus perbanyak aktivitas fisik dan mengatur waktu tidur, pantau berat badan dan lingkar pinggang,” katanya.

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Indonesia Masih Menghadapi Masalah Stunting dan Obesitas, Apa yang Perlu Dilakukan?