18/10/2022 15:42:21
Info Kesehatan

Resistensi Antimikroba Berpotensi jadi Pandemi Baru, Apa Itu?

Foto: Ilustrasi/Internet

Resistensi antimikroba resmi masuk dalam daftar sepuluh ancaman kesehatan masyarakat global. Bahkan Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia menyebutnya sebagai pandemi senyap. Lalu, apa itu resistansi antimikroba?

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), resistansi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) adalah kondisi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit mengalami perubahan sehingga memiliki daya tahan atau kekebalan yang tinggi terhadap obat-obatan antimikroba dan/atau antibiotik. WHO menyebutkan bahwa ini adalah ancaman serius bagi dunia.

"Kami (WHO) sudah menetapkan bahwa resistansi antimikroba adalah salah satu dalam sepuluh besar masalah kesehatan global yang sangat serius," ungkap Mukta Sharma, Technical Officer (AMR) WHO Indonesia, dalam pertemuan diskusi bersama antara media, WHO, dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) di Hotel Westin Jakarta, Rabu (12/10/2022) seperti dikutip dari CNBCIndonesia.

Lebih lanjut, Mukta menegaskan bahwa penyalahgunaan dan penggunaan antimikroba yang berlebihan pada manusia, hewan, dan tumbuhan mampu mempercepat perkembangan serta penyebaran AMR di seluruh dunia. Salah satu studi global memperkirakan, lebih dari 4,9 juta orang meninggal di 204 negara pada tahun 2019 akibat infeksi bakteri yang resistan terhadap antibiotik.

Selain itu, WHO juga menyebutkan, seseorang yang mengidap AMR akan menghadapi penyakit dalam jangka waktu yang panjang sehingga harus melakukan pengobatan lebih lama. Hingga saat ini, belum ada data yang mencatat jumlah kasus AMR di Indonesia.

"Kami masih belum dapat memberikan data terkait jumlah kasus AMR di Indonesia karena pendataan masih dilakukan. Namun, secepatnya data tersebut akan dirilis," ungkap Mukta.

Kemenkes menyebutkan bahwa ada sejumlah penyebab terjadinya resistansi antimikroba, yaitu tidak adanya indikasi dalam penggunaan antimikroba dan/atau antibiotik, indikasi tidak sesuai, pemilihan antimikroba dan/atau antibiotik yang tidak tepat, dan dosis yang tidak sesuai.

"Kebutuhan laboratorium belum tersebar merata di Indonesia sehingga banyak antibiotik diberikan tanpa tahu persis penyebab penyakitnya. Meski data terbatas, terlihat jelas terdapat peningkatan masalah AMR di Indonesia," jelas dr. Anis Karuniawati, Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan RI dalam acara yang sama.

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Resistensi Antimikroba Berpotensi jadi Pandemi Baru, Apa Itu?