10/01/2023 15:30:30
Info Kesehatan

Lato-Lato Kembali Happening, Bagaimana Dampak Psikologisnya?

Foto: Ilustrasi/Internet

Mainan lato-lato saat ini kembali menjadi happening, bukan hanya anak-anak melainkan juga orang dewasa. Meski demikian, tak sedikit orang merasa terganggu dengan suara bising yang dihasilkannya.

Ya, saking ngetrennya mainan ini, banyak warga mengeluh karena suara berisik yang muncul saat dua bandulnya saling beradu. Di sisi lain, mainan unik yang mulai populer di Amerika Serikat (AS) pada era 1960-an, dikatakan dapat memacu kognitif, motorik, bahkan sisi kompetitif pada seseorang.

Seperti diakui Ikhwan, seorang remaja berusia 16  yang semakin ingin bermain saat suara noknok-nya semakin kencang. ’’Kalau udah toktok-nya kencang, adrenalin saya naik gitu lah, jadi pengin terus nyoba," ujar Ikhwan seperti dikutip dari CNNIndonesia.

Praktisi psikologi dari Solo, Hening Widyastuti mengatakan bahwa mainan ini memang punya daya pikat tersembunyi. Bisa dibilang, mainan ini memacu kognitif, motorik, bahkan sisi kompetitif pada seseorang.

’’Jadi muncul keinginan main tahan lama harus bagaimana. Makanya dia akan memainkan kognitif dan motoriknya. Lalu sisi kompetitif manusia juga terpacu,’’ ujar Hening.

Misalnya, saat melihat teman bisa bermain bagus, keinginan untuk bisa menaklukkan lato-lato pun semakin kuat. Tentunya, mainan ini bukan sesuatu yang buruk selama dimainkan dengan benar.

Meski begitu, jika anak-anak gemar memainkan lato-lato, para orang tua tetap harus memantaunya. Hal ini untuk meminimalisasi cedera akibat terlempar bola lato-lato.

’’Karena secara psikologis sebenarnya bagus untuk mengasah daya kompetitif dan motorik. Tapi kalau takut cedera tentu harus diawasi,’’ katanya.

Lalu, bagaimana dengan suara bising yang dihasilkannya?

Dikutip dari detikJabar, pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung Barat mencetuskan larangan bermain lato-lato sesaat menjelang libur sekolah berakhir. Pasalnya, suara lato-lato bisa mengganggu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

’’Lato-lato juga bukan alat untuk mendukung pembelajaran kan, jadi tidak boleh dibawa ke sekolah,’’ kata Kepala Bidang SD pada Disdik Bandung Barat Dadang A. Sapardan.

’’Faktor keselamatan juga jadi pertimbangan karena bisa mencelakakan, misalnya kalau talinya putus atau terlempar saat dimainkan, jadi memang sebetulnya membahayakan,’’ ujarnya menambahkan.

Hal tersebut ikut disoroti oleh psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani, SPsi, MSi, Psi, atau yang akrab disapa Nina. Menurutnya, larangan permainan lato-lato bukan hanya berkaitan dengan kenyamanan orang sekitar, melainkan juga keamanan anak yang bermain.

’’Kalau tentang larangan di sekolah, sepertinya bukan hanya gangguan suara, tapi juga terkait dengan bahayanya lato-lato ini. Kalau dimainkan terlalu keras, dikhawatirkan lato-lato ini pecah. Walaupun (kabarnya) bahan plastik yg digunakan tidak sebahaya bahan kaca yg digunakan lato-lato masa lalu, tapi kan bahaya juga kalau pecahannya berserak apalagi kena mata,’’ tuturnya dikutip dari detikcom, Senin (9/1).

’’Lalu kan juga bahaya kalau misalnya lagi memutar-mutar lato-lato , lalu terlempar. Kan bisa kena ke orang lain atau ke kaca. Jadi seperti terpukul kan sakit,’’ sambung Nina.

Ia juga menjelaskan, memang betul mainan lato-lato ini berisiko membuat orang lain di sekitar jengkel. Pasalnya, tidak semua orang nyaman dengan bunyi tidak beraturan yang terdengar terus-menerus.

’’Mainan lato-lato ini bisa membuat jengkel orang-orang karena suaranya kan sebetulnya cukup keras ya, apalagi kalau jarak antara si pemain dengan dirinya cukup dekat,’’ ucapnya.

’’Selain itu, nggak semua orang suka dengan bunyi non ritmis (yang tidak beraturan), padahal kalau anak baru belajar kan biasanya gak ritmis ya. Yang ritmis juga bisa menyebalkan sih kalau terlalu keras dan terus-terusan,’’ kata Nina.

Fenomena tren mainan lato-lato kini menuai perhatian masyarakat. Di satu sisi, sejumlah warga beranggapan bahwa lato-lato adalah alternatif agar anak-anak tak keterusan bermain smartphone. Namun di sisi lainnya, banyak juga warga mengeluh gegara suara bising lato-lato mulai mengganggu lingkungan sekitar. Terlebih jika dimainkan pada waktu dan tempat yang tidak semestinya.

Psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menjelaskan banyak mengeluh soal lato-lato bukan hanya gegara suaranya yang mengganggu, melainkan juga karena risiko membahayakan lingkungan sekitar dan anak yang bermain.

’’Satu, kemarin yang viral terkait suaranya yang berisik. Sudah suaranya berisik, kemudian juga ada kengerian takut lato-latonya melukai orang lain di sekitarnya, atau melukai dirinya dia sendiri. Karena kemarin viral juga nggak cuma tangan yang terluka atau sakit, melainkan juga ada yang kena ke bola mata, kena kepala, mungkin kalau kesal nggak menutup kemungkinan juga bisa terus dilempar,’’ ungkapnya.

Menanggapi kebijakan tersebut, Sari mengatakan, wajar jika mainan lato-lato dilarang di sejumlah tempat termasuk sekolah.

Sari juga menyinggung, tren mainan lato-lato ini tidak terlepas dari kondisi Fear of Missing Out (FOMO) atau kecenderungan seseorang takut ketinggalan sesuatu yang sedang ramai dilakukan atau diperbincangkan orang banyak.

’’Ini juga berisiko sehingga tempat-tempat yang dirasa tidak mengizinkan untuk lato-lato pun seperti tempat yang serius kantor, sekolah, rumah sakit, itu menurut saya wajar untuk melarang adanya permainan lato-lato,’’ kata Sari.

’’Fenomena tren ini kalau menurut saya pribadi ada kecenderungan seperti fenomena sosial lainnya yaitu FOMO. Nggak mau ketinggalan, penasaran, ingin mencoba. Apa lagi di depan mata banyak sekali yang main, banyak sekali yang jual. Jadi keinginan untuk mencoba juga semakin tinggi. Di mana ada supply, ada demand, dan lain sebagainya," ujarnya. (*)

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Lato-Lato Kembali Happening, Bagaimana Dampak Psikologisnya?