06/06/2023 14:26:19
Mengenal ADHD (1)

Meski Menyerang Anak-Anak, Gejalanya Bertahan Hingga Usia Dewasa

Foto: Ilustrasi/Depositphotos

Belakangan ini, di media social sedang ramai diperbincangkan fenomena Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Bahkan, ada beberapa pengguna medsos terutama di TikTok yang menyebut dirinya mengidap ADHD melalui self diagnosis. Lalu, apa itu ADHD?

Pada dasarnya, melakukan self diagnosis tidak dibenarkan untuk masalah kesehatan apapun. Apalagi yang dibicarakan adalah ADHD, dimana perlu seorang spesialis yang menilai berdasarkan daftar gejala dan lamanya seseorang mengalaminya. Sebab, memiliki satu atau dua sifat tidak selalu berarti seseorang mengidap ADHD.

Konsultan psikiater yang berpraktik di London, dr Saadia Arshad mengatakan self diagnosis sangat membahayakan kesehatan seseorang apabila salah dalam mengambil metode pengobatan dan mengonsumsi obat yang salah. Selain membahayakan kesehatan, self diagnosis juga dapat mempengaruhi kesehatan mental yang menyebabkan kecemasan berlebihan.

"Ketika seseorang meyakinkan diri mereka sendiri bahwa mereka menderita ADHD tanpa mencari bantuan profesional, itu bisa berbahaya," katanya seperti dikutip dari detikcom.

Menurut dr Arshad, media sosial memang bagus untuk menyebarkan informasi penting demi meningkatkan kesadaraan terkait penyakit tersebut. Namun untuk memeriksakan apakah diri kita mengalami ADHD atau tidak, sebaiknya mencari bantuan profesional.

Apa itu ADHD?

Melansir laman halodoc, ADHD adalah istilah medis untuk gangguan mental yang ditandai dengan perilaku impulsif dan hiperaktif. ADHD adalah gangguan yang menyerang anak-anak dan membuat pengidapnya kesulitan untuk memusatkan perhatian pada satu hal dalam satu waktu.

Meski kondisi ini menyerang anak-anak, tetapi gejala yang muncul bisa bertahan hingga remaja bahkan dewasa.

ADHD dikelompokkan menjadi 3 subtipe, di antaranya:

1. Dominan hiperaktif-impulsif

Anak-anak yang mengidap ADHD tipe ini umumnya memiliki masalah hiperaktivitas yang muncul bersamaan dengan perilaku impulsif.

2. Dominan inatentif

Pengidap gangguan ADHD tipe ini memiliki ciri sulit untuk menaruh perhatian penuh pada satu hal dalam satu waktu. Anak-anak dengan kondisi ini cenderung tidak bisa memperhatikan dengan baik.

3. Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatentif

Tipe ketiga ini merupakan kombinasi dari semua gejala. Pada tipe ini, anak menunjukkan ciri hiperaktif, impulsif, dan tidak dapat memperhatikan dengan baik.

Penyebab pasti ADHD belum ada yang tahu dengan pasti sampai saat ini. Namun, kondisi ini bisa muncul akibat ada ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) di dalam otak.

Namun ada beberapa dugaan penyebab ADHD menurut para ahli, yakni:

1. Genetika

ADHD cenderung menurun dalam keluarga. Dalam banyak kasus, ada dugaan bahwa dugaan bawah gen yang seseorang warisi dari orang tua merupakan faktor penting dalam berkembangnya ADHD. Penelitian

2. Fungsi dan struktur otak

Mengutip National Health Service UK, penelitian telah mengidentifikasi beberapa kemungkinan perbedaan dalam otak orang dengan berkembangnya ADHD dari mereka yang tidak memiliki kondisi tersebut. Penelitian tersebut melibatkan pemindaian otak yang hasilnya menunjukkan bahwa area otak tertentu mungkin lebih kecil pada orang dengan ADHD, sedangkan airea lainnya mungkin lebih besar.

Studi lain menunjukkan bahwa orang dengan ADHD mungkin memiliki ketidakseimbangan dalam tingkat neurotransmitter di otak. Selain itu, bahan kimia tersebut mungkin tidak berfungsi dengan baik.

3. Paparan neurotoksin selama kehamilan

Banyak pula peneliti yang meyakini bahwa mungkin ADHD berhubungan dengan bahan kimia neurotoksin tertentu, seperti timbal dan beberapa pestisida. Paparan timbal pada anak-anak dapat memengaruhi tingkat pendidikan yang mereka capai. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif.

Paparan pestisida organofosfat juga berkaitan dengan ADHD. Pestisida ini adalah bahan kimia yang disemprotkan pada rumput dan produk pertanian. Sebuah penelitian pada tahun 2016 menemukan bahwa bahan kimia organofosfat berpotensi memiliki efek buruk pada perkembangan saraf anak.

4. Merokok dan penggunaan alkohol selama kehamilan

Mengutip Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat, paparan rokok selama kehamilan juga berkaitan dengan perilaku anak-anak dengan ADHD. Anak-anak yang terpapar alkohol dan obat-obatan saat dalam kandungan juga lebih mungkin mengalami ADHD.

Selain itu, ada beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan kondisi ini, seperti:

-Faktor lingkungan. Khususnya berkaitan dengan paparan timah yang banyak ditemukan dalam cat.

-Kelahiran prematur, yaitu kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, atau bayi dengan berat badan lahir rendah.

-Ibu yang menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol, atau merokok selama masa kehamilan.

-Kerusakan atau cedera otak yang dapat terjadi selama masa kehamilan atau pada usia dini.

-Ketidakseimbangan senyawa otak (neurotransmitter) dalam otak atau gangguan dalam kinerja otak

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Mengenal ADHD (1): Meski Menyerang Anak-Anak, Gejalanya Bertahan Hingga Usia Dewasa