19/06/2023 11:34:43
Fenomena Roleplayer dan Dampak Psikologisnya (1)

Bisa Timbulkan Candu pada Anak-Anak

Foto: Ilustrasi/iStock

Permainan Roleplayer (RP) di kalangan anak-anak dan remaja di media sosial saat ini tengah menjadi tren. Tapi, dunia RP kian meresahkan dan bahkan bisa menjadi candu bagi anak-anak. Apa saja bahayanya?

Melansir Popmama, RP merupakan istilah untuk memainkan suatu peran menjadi idola atau tokoh terkenal melalui media sosial. Misalnya, ketika anak-anak menyukai penyanyi baru, kemudian ia memainkan peran untuk menjadi penyanyi baru tersebut, dan seolah memperkenalkan idolanya kepada followers-nya di media sosial.

Pada dasarnya pemain RP mempromosikan idola yang mereka perankan, sebab mereka memiliki ’’tugas-tugas’’ yang harus dilakukan saat bermain roleplayer. Diantaranya seperti membuat akun lain selain akun pribadi, menjelaskan kegiatan apa saja yang dijalankan idolanya, turut memasang data diri tentang tokoh tersebut, mengenal karakter dan sifat idola yang diperankan, dan tidak diperkenankan untuk memasukkan data pribadi mereka ke dalam akun RP miliknya.

Berperan seolah-olah ia adalah Sang Idola, para pemain RP juga turut melakukan Fantalk atau mengobrol dengan “fans” yang mengidolakan peran yang sedang mereka perankan, dan Fanservice misalnya, seperti mengirimkan foto Sang Idola dengan foto pose hati. Intinya, pemain RP akan melakukan hal-hal yang menyenangkan para fans dari tokoh yang sedang ia perankan.

Namun, dunia roleplayer kian meresahkan, karena kerap melakukan hal-hal yang tidak biasanya (bahkan tidak seharusnya) dilakukan oleh anak-anak. Pemain RP yang kebanyakan tak saling mengenal satu sama lain ini, kerap merasakan candu berlebih. Hingga permainan ini berkembang dan “permainan peran” berlanjut kepada penambahan “hubungan” yang mengakibatkan mereka nyaris melupakan dunia nyata, karena menambahkan peran anak, saudara, mama, papa, istri, suami, atau siapa pun yang persis seperti hubungan-hubungan di dunia nyata.

Tak jarang, para pemain RP yang kebanyakan masih duduk di bangku SD dan SMP ini juga kerap menebar berita bohong, melakukan penipuan dengan modus meminjam uang. Bahkan , mereka melakukan hubungan seks secara virtual (melalui chat sex atau saling mengirimkan gambar telanjang).

Menurut Psikolog Tika Bisono, fenomena RP ini sangat berbahaya. Bagi Tika, orang tua harus berperan ekstra, tidak hanya aktif tapi proaktif dalam mendampingi dan mendidik anak-anak mereka demi mencegah kebiasaan tersebut makin berkembang. Tika juga menjabarkan, bahaya tingkat tinggi mengintai masa depan anak-anak korban fenomena RP tersebut.

’’Usia 15 sampai 18 tahun merupakan fase dimana orang tua dan pendidik, harusnya wajib secara bertanggung jawab dan pedagogis mengajarkan perihal ilmu keagamaan, biologi, fisiologi, seksualitas dan reproduksi secara utuh dan sangat serius,” ujar Tika Bisono dikutip dari Tagar.id.

“Sehingga mereka bisa mengenal, memahami, menjaga, melindungi dan utamanya menghargai tubuh mereka. Mereka harus bisa menyadari bahwa perspektif seksualitas  mempunyai nilai yang tinggi sebagai kehormatan bagi pemiliknya, bukan malah diperlakukan secara tidak hormat oleh seseorang, bahkan oleh dirinya sendiri,” lanjut Tika.

Tentang akil balig anak-anak menuju remaja, Tika juga menyebutkan bahwa hasrat seksual yang meningkat saat remaja tidak akan bisa dikurung, namun harus bisa dikelola. Ia juga mengkhawatirkan perilaku seksual yang terjadi pada anak-anak tersebut akan menjadi kebiasaan dan adiksi saat mereka mendewasa kelak.

“Mereka bisa saja jadi online prostitute atau memiliki sifat ekshibisionistis yang digunakan untuk mencari uang dengan memanfaatkan tubuhnya,” ujar Tika.

Selain gangguan psikologis, bermain roleplay yang terlalu berlebihan di medsos bisa membuat anak tumbuh dengan kepribadian-kepribadian yang negatif.

"Ada gangguan kepribadian borderline, anak ini tidak memiliki citra diri yang baik, emosionalnya labil sekali. Ada yang narsisistik, ingin selalu menjadi paling hebat, paling jago, dan nomor satu. Selanjutnya yakni histrionik, selalu mencari perhatian. Ada yang paranoid, bawaannya curiga terus, takut terus," tutur Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ dikutip dari Detik Health. (*)

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Fenomena Roleplayer dan Dampak Psikologisnya (1): Bisa Timbulkan Candu pada Anak-Anak