12/07/2023 12:57:34
Info Kesehatan

Kasus Obesitas Ekstrem Terus Bermunculan, Apa Penyebabnya?

Foto: Ilustrasi/internet

Kasus obesitas ekstrem semakin marak terjadi di Indonesia. Setelah kasus Muhammad Fajri, pria berbobot 300 kg di Tangerang yang berakhir dengan kematian, muncul lagi dua kasus obesitas ekstrem dengan berat sekitar 200 kg di wilayah Jakarta Timur dan Tangerang.

Obesitas dinilai sebagai salah satu permasalahan yang mengakar di Indonesia. Bahkan, menurut data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi obesitas terus meningkat

Data 2015-2019, sebanyak 13,5 persen orang dewasa usia 18 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan, sementara itu 28,7 persen mengalami obesitas. Pada anak usia 5-12 tahun, sebanyak 18,8 persen mengalami kelebihan berat badan dan 10,8 persen mengalami obesitas.

Melihat fenomena ini, perlu diketahui bahwa obesitas ekstrem membawa ancaman serius terhadap kesehatan. Risiko komplikasi yang mengancam seperti masalah jantung, stroke dan bahkan kanker meningkat, dan hal ini dapat berujung pada kondisi yang fatal.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Banten, dr Ahmad Mekkah H, SpPD, MSc. MKes menuturkan bahwa pada kasus-kasus obesitas ekstrem di Indonesia, tren keberhasilan penanganan untuk menurunkan berat badan masih menemui kendala. Hal ini salah satunya akibat dari pola makan.

Kalau di Indonesia itu kan, bahasanya, orang kalau belum ketemu nasi- makan banyak karbohidrat, belum makan katanya, atau, kita sekarang lagi diserang oleh banyak restoran cepat saji. Yang paling banyak mempengaruhi adalah pola makan," kata dr Ahmad dalam podcast Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Kamis (6/7/2023), seperti dikutip dari Detikcom.

Terkait dengan pola makan tersebut, dr Ahmad juga menyoroti minuman manis berkalori tinggi yang marak dijumpai saat ini sebagai salah satu pemicu obesitas di Indonesia.

"Makanan dan minuman manis, sekarang kan banyak ya, minuman manis yang berkalori tinggi. Tanpa disadari itu yang memicu terjadinya obesitas," tambahnya.

Dokter spesialis gizi klinik, dr Christopher Andrian, MGizi, SpGK, menuturkan bahwa kasus obesitas ekstrem di Tanah Air sangat dipengaruhi oleh gaya hidup yang buruk. Kebiasaan-kebiasaan tersebut dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama.

"Mungkin nggak hanya jangka pendek, tapi dalam kasus ini biasanya dalam jangka panjang. Kalau sampai ratusan kilo itu, berarti menumpuk terus menerus kan dari kebiasaan dia kecil," kata dr Christopher.

Dilihat dari kasus obesitas yang belakangan dialami anak-anak, bisa jadi adalah dampak dari kegagalan dalam pola asuh dan kurangnya edukasi bagi orang tua. Dalam hal ini, orang tua mungkin memberi kebebasan kepada anak-anak mereka untuk mengonsumsi makanan manis dan tinggi kalori dalam jumlah yang besar.

Dokter Christopher menjelaskan bahwa kebiasaan semacam itu cenderung berlanjut hingga masa dewasa. Semakin berangsur lama, kebiasaan tersebut sulit diubah.

"Kalau sudah dewasa, edukasi pengetahuan orang tersebut karena asupannya ngaco, lifestyle-nya dan aktivitasnya nggak ada," tutur dia.

"Kita juga sudah melakukan aktivitas serba online, itu bisa mempengaruhi. Dan akses untuk mendapatkan makanan-makanan yang high calorie dan high sugar lebih gampang," sambungnya.

Segera Atur Cukai Minuman Berpemanis

Kasus obesitas ekstrem juga disorot oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang mendesak pemerintah segera memberlakukan cukai minuman berpemanis. Pasalnya, asupan manis juga berkontribusi dalam peningkatan kasus obesitas di Indonesia.

"Pemerintah seperti tidak serius dan tidak konsisten jadi konsumsi gula tidak terkendali," kata Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

Rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) diinisiasi sebagai upaya mencegah diabetes dan obesitas. Kedua penyakit ini adalah efek yang muncul ketika seseorang terlalu banyak mengonsumsi gula.

"Gula itu seperti rokok, addictive dan membuat ketagihan. Ini yang membuat anak muda dan remaja akan terus mengonsumsi minuman manis," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Tulus mengatakan YLKI dan Center or Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) juga FAKTA belum lama ini juga membuat petisi untuk mendukung percepatan cukai MBDK. Mereka mendorong Pemerintah untuk segera mengimplementasikan MBDK sebagai bentuk komitmen nyata melindungi masyarakat.

Sudah ada lebih dari 16 ribu orang yang menandatangani petisi tersebut, meminta agar pemerintah segera mengimplementasikan cukai pada minuman manis.

"Dalam 2 dekade terakhir konsumsi mbdk meningkat 20 kali lipat, sejalan dengan peningkatan diabetes dan penyakit jantung," pungkas Orisanri Sidabutar, Senior Communications Officer CISDI. (*) 

Redaksi: [email protected]
Informasi Pemasangan Iklan: [email protected]
Info Kesehatan: Kasus Obesitas Ekstrem Terus Bermunculan, Apa Penyebabnya?